Disabilitas dan Inklusivitas

Sudah lebih dari dua puluh tahun kata ‘inklusi’ diperdengarkan dan diupayakan penerapannya, dimulai dari bidang pendidikan hingga merambat ke segala bidang pembangunan. Akhir-akhir ini kementerian lintas bidang dan organisasi non pemerintah menyelenggarakan seminar, lokakarya hingga diskusi panel bertemakan tentang ‘inklusi disabilitas’, yang tujuannya untuk percepatan terwujudnya pembangunan dan pelayanan inklusif. Namun sudahkah pejabat kementerian dan pelaku organisasi non pemerintah serta warga komunitas paham apa ‘inklusi’ itu?

Pertanyaan ‘apa itu inklusi?’ seolah-olah mementahkan apa yang sedang diusahkan oleh banyak pihak. Akan tetapi pertanyaan ini perlu, karena masih cukup banyak orang keliru memberi jawaban atas pertanyaan ‘apa itu inklusi’. Kekeliruan memahami ‘inklusi’, tentunya membuat upaya yang ditunjukkan pun menjadi keliru yang berujung pada kekecewaan dan keprihatinan.

Melalui tulisan ini, saya mengajak Sahabat Mimi Institute untuk memiliki pengetahuan yang benar dan tepat tentang apa itu inklusi. Mungkin selama ini yang kita pahami inklusi bicara tentang disabilitas, benarkah? Pemahaman ini tidak sepenuhnya salah. Sebab bicara inklusi tidak hanya bicara disabilitas. Mari kita pahami pengertian inklusi dari asal katanya.

Inklusi berasal dari kata bahasa inggris, yakni to include = kata kerja; inclusion = kata benda; inclusive = kata sifat. Arti katanya adalah terbuka mengajak masuk atau terbuka mengikutsertakan. Siapa dan apa yang diajak masuk atau diikutsertakan? Serta terbuka untuk apa dan untuk siapa. Refleksi atas pertanyaan-pertanyaan ini, terjawab bahwa kita yang bicara inklusi berarti kita mau dan mampu terbuka mengajak masuk atau mengikutsertakan semua orang tanpa ada yang ditinggalkan/tertinggal. Jelas arti kata inklusi ini mengandung makna bahwa pembangunan dan pelayanan inklusi adalah pembangunan dan pelayanan yang terbuka yang mengajak masuk dan mengikutsertakan semua orang untuk dapat menikmati hasil pembangunan dan mendapatkan pelayanan tanpa ada yang ditinggalkan/tertinggal. Jika dikaitkan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan (sustainable development goals), makna pengertian inklusi menjadi ideologinya.

Sebagai sebuah ideologi yang mendasari sebuah pembangunan dan pelayanan untuk semua di segala bidang, inklusi bukan bicara program dan inklusi juga bukan bicara kegiatan. Lalu inklusi itu apa? inklusi merupakan sebuah pendekatan, yang melekat kuat di setiap bidang pembangunan dan pelayanan. Mari Sahabat Mimi Institute kita lanjutkan pemahaman tentang inklusi sebagai sebuah pendekatan di bawah ini.

Inklusi merupakan sebuah pendekatan yang merangkul setiap identitas individu yang berbeda terdiri dari jenis kelamin, warna kulit, bahasa, agama, kondisi fisik, postur tubuh, suku, disabilitas termasuk latar belakang pendidikan, sosial ekonomi dan budaya. Dan setiap individu dengan identitas berbeda tidak cukup hanya diterima tapi mutlak diakui kontribusinya, didengar pendapatnya dan dilibatkan dalam interaksi dan komunikasi serta diberi ruang untuk berpartisipasi sebagai subjek. Dengan pemahaman inklusi ini, disabilitas sebagai identitas menjadi bagian yang ada di dalam sistem keragaman masyarakat. Sangatlah jelas, pembangunan dan pelayanan inklusi tidak hanya terbuka tetapi inklusi mencerminkan keterbukaan yang ramah untuk setiap identitas individu dan untuk setiap kondisi beda apapun yang melekat pada diri individu. Keterbukaan yang ramah pasti tidak akan meninggalkan, mengabaikan, mengeluarkan bahkan mengasingkan seorang pun karena alasan perbedaan. Keterbukaan yang ramah pasti merangkul setiap perbedaan dengan memberi ruang untuk berkontribusi dan berpartisipasi aktif. Keterbukaan yang ramah pasti mengakui setiap perbedaan individu sebagai subjek bukan sebagai objek pembangunan dan pelayanan.

Untuk mewujudkan pembangunan dan pelayanan inklusi di semua lintas bidang kerja: pendidikan, budaya, kesehatan dan ketenagakerjaan; sosial, politik dan hukum; pertahanan dan keamanan; ekonomi dan keuangan; pariwisata, transportasi; perumahan, layanan publik;  informasi, komunikasi dan teknologi; industri dan perdagangan; sumber daya alam  dan manusia; badan perencanaan daerah dan nasional, semua para pemangku kepentingannya baik pejabat fungsional maupun struktural mutlak berupaya meminimalkan/memperkecil kesulitan hingga meniadakan/menghilangkan hambatan agar setiap individu dengan kondisi beda apapun dapat berkegiatan tanpa hambatan dan terlibat tanpa halangan. Bagaimana caranya?

Pertanyaan ‘bagaimana cara mewujudkan pembangunan dan pelayanan inklusi?’ yang akhir-akhir ini banyak ditanya bahkan menjadi tema dalam seminar dan lokakarya hingga dibahas dalam diskusi-diskusi yang menghadirkan para pembicara. Sahabat Mimi Institute caranya bukan terletak pada teori dan bicara, akan tetapi pada praktek dan kerja. Apa yang dikerjakan? Pelaku pembangunan dan pelayanan serta semua pemangku kepentingannya bila ingin mewujudkan inklusivitas, maka benahi dan mau melakukan perubahan. Perubahan yang bagaimana? Perubahan yang membutuhkan dengan keberpihakkan dan pengakuan serta dilengkapi dengan sarana dan layanan pendukung yang memudahkan setiap orang dengan setiap kondisi berbeda apapun, agar identitas individu apapun dapat diikutsertakan di segala bidang pembangunan dan pelayanan tanpa tertinggal dan ditinggalkan.

Kembali dikatakan bahwa dalam sebuah pendekatan, inklusi menjadi idiologi yang mutlak melekat di semua bidang kehidupan. Bicara inklusi tidak cukup hanya bicara disabilitas, namun inklusi bicara setiap perbedaan yang mutlak untuk diakui dan disediakan kemudahannya untuk menikmati hasil pembangunan dan layanan yang ada. Bila tidak maka mereka yang berbeda seperti suku terasing, warna kulit, maka mereka akan terhambat dan terhalang untuk menikmati pembangunan. Sama halnya dengan mereka yang disabilitas, bila hingga saat ini, disabilitas masih dipahami sebagai terbatas/kurang/khusus, maka selamanya pelanggaran hak atas disabilitas akan terus terjadi. Ingat, disabilitas adalah identitas yang setara dengan identitas jenis kelamin atau suku atau golongan daran atau lainnya. Sudah waktunya disabilitas diakui sebagai salah satu keunikan, yakni orang disabilitas menunjukkan cara hidup yang beda. Oleh karenanya orang dengan disabilitas ada di sekitar kita dan tinggal bersama serta ada di dalam keberagaman masyarakat.

Disabilitas adalah identitas. Oleh karenanya saat kita diminta untuk mengisi formulir identitas atau keterangan diri, selain kita tulis nama, jenis kelamin, tinggi badan, berat badan, agama, status pernikahan, pendidikan, pekerjaan, golongan darah mutlak ditulis jenis/ragam disabilitas kita. Dengan pengakuan ini inklusif disabilitas terwujud dengan lingkungan yang melakukan penyesuaian dan perubahan, bukan orang disabilitas yang dipaksa untuk menyesuaikan dan mengubah dirinya sesuai dengan lingkungannya, maka ini dapat diwujudkan dengan hilangnya hambatan “disability would disappear”

Salam Masyarakat Indonesia Masyarakat Inklusi (MIMI)