Sudah sewajarnya dan seharusnya saat seseorang mengalami disabilitas, langsung bertanya-tanya dengan pertanyaan yang sama dan terus berulang: ‘mengapa saya’, ‘kenapa saya, bukan dia’. Pertanyaan semacam ini sulit bahkan tidak pernah memberikan jawaban yang sesuai dengan harapan penanyanya. Pertanyaan yang ditanyakan ini sangatlah fundamental berkaitan erat dengan kemanusiaan setiap individu makhluk ciptaan Tuhan.
Dalam proses penerimaan diri, pertanyaan ‘mengapa saya’ atau ‘kenapa saya, bukan dia’ cenderung terus dan terus ditanyakan oleh kebanyakan orang yang tahu dan baru menyadari dirinya seorang penyandang disabilitas. Hal ini adalah wajar, namun menjadi tidak wajar bila orang disabilitas bertanya-tanya terus dengan pertanyaan yang sama secara berulang. Untuk itu pertanyaannya perlu ditanggapi, karena bila tidak, maka pertanyaan yang sama akan terus bermunculan, yang karena tidak pernah ada jawaban, maka akan sangat dimungkinkan membentuk sebuah anggapan yang berujung pada menyalahkan diri sendiri. Anggapan ini menjadi kuat melekat pada diri orang yang baru mengalami disabilitas bila keluarga sebagai lingkungan yang terdekat ikut mempertanyakan ‘kenapa anak/isteri/suami saya mengalami disabilitas, bukan anggota keluarga lainnya’. Ini pastinya akan membuat proses penerimaan diri seorang penyandang disabilitas menjadi lebih tertantang.
Bertanya sangatlah disarankan, bahkan bertanya adalah hak setiap orang. Jika sebuah pertanyaan sudah diupayakan jawabannya, namun jawaban yang didapatkannya belum sesuai dengan harapan, maka penanya sebaiknya menunjukkan kreativitas bertanya dengan pertanyaan-pertanyaan lainnya yang sekiranya bisa memberikan jawaban yang mendekati harapan penanyanya. Begitupun yang diharapkan pada orang yang baru mengalami disabilitas dan keluarganya, yang tidak melulu bertanya dan mempertanyakan ‘mengapa saya dan kenapa bukan dia’, akan tetapi bertanyalah secara lebih kreatif yang membuka wawasan bukan mempersempit wawasan. Untuk itu ubahlah kata tanya ‘mengapa’ dengan ‘apa’, dan pertanyaannya menjadi ‘apa yang menyebabkan saya mengalami disabilitas’. Pertanyaan ini dapat dijawab, dan jawabannya pasti jelas dan sesuai kenyataannya.
Pertanyaan ‘mengapa saya’ sulit bahkan tidak dapat dijawab. Secara mendasar alasannya karena setiap orang berpeluang mengalami disabilitas, hanya faktor penyebabnya berbeda-beda. Peluang seseorang akan mengalami disabilitas dapat terjadi dimana saja, kapan saja, dengan cara apa saja serta di usia berapa saja. Setiap orang diminta untuk bersiap diri seandainya karena penyebab tertentu dirinyalah yang mengalami disabilitas. ada 3 faktor penyebab yang memungkinkan orang mengalami disabilitas, yaitu pra natal, natal dan post natal.
* * *
Faktor penyebab pra natal berarti seseorang mengalami disabilitas di usia janin, saat masih tinggal dalam kandungan ibu. Bagaimana bisa terjadi? Banyak kemungkinannya: saat pembuahan, ayah ibu dalam kondisi sedang banyak minum alkohol atau perokok; saat mengandung, ibu terjatuh atau stres atau terkena virus seperti toksoplasmosis dan rubella; saat kehamilan, janin tidak tumbuh kembang sebagaimana usia kehamilan ibu.
Faktor penyebab natal berarti seseorang mengalami disabilitas di saat kelahiran. Penyebab ini bisa terjadi bila bayi lahir prematur atau bila kelahiran bayi dibantu dengan alat seperti vakum, atau terjadi di saat persalinan tanpa/dengan operasi. Faktor penyebab ini lebih banyak terjadi di luar perkiraan medis. Seperti dari konsultasi kehamilan yang dilakukan secara rutin, bayi akan lahir cukup bulan, ternyata bayi lahir sebelum bulannya (prematur). Begitu juga dari hasil pemeriksaan USG, janin terlihat ada anggota tubuhnya, namun di saat persalinan, bayi lahir dengan kedua kaki yang tidak tumbuh, hanya sampai batas lutut saja.
Faktor penyebab post natal berarti seseorang mengalami disabilitas setelah kelahiran. Untuk faktor ini, ada beberapa penyebabnya, yakni bisa disebabkan oleh kecelakaan, bencana alam, kelalaian manusia dan yang tidak bisa dihindari seorang mengalami disabilitas disebabkan oleh faktor usianya. Faktor penyebab post natal bisa terjadi di usia balita, anak, remaja, dewasa dan tentunya di saat setiap orang memasuki atau sudah berada di usia tua/lanjut.
Kecelakaan lalu lintas dan kecelakaan di tempat kerja atau di saat beraktivitas seperti main/masak/berolahraga/dll sangat bisa berpeluang mengalami disabilitas. Saat orang bekerja sebagai cleaning service, karena kurang pengamanannya, ia terjatuh, kedua kakinya cidera dan patah tulang, seketika itu juga ia menjadi seorang disabilitas fisik. Banyak orang yang mengalami disabilitas disebabkan oleh faktor bencana alam. Penyebab ini tidak hanya berakibat pada disabilitas fisik akan tetapi bisa juga membuat orang mengalami disabilitas mental. Saat bencana alam, korban bisa saja terjatuh dari atap rumah atau dari pohon atau terjepit longsoran tanah atau reruntuhan bangunan yang berakibat pada fungsi tulang dan saraf rusak dan saat itu pula korban bencana alam ini menjadi penyandang disabilitas fisik. Korban bencana alam banyak juga yang mengalami disabilitas mental, karena troma yang dialami memungkinkan depresi dan kecemasan berlebih. Dan di saat korban tidak mampu menghadapi traumanya, dimungkinkan bisa mengalami gangguan jiwa yang lebih serius.
Faktor penyebab kelalaian manusia bisa terjadi oleh karena kelalaian diri sendiri, namun kebanyakan terjadi dikarenakan kelalaian orang lain, yang perilaku dan tindakannya merugikan orang di sekitarnya. Seperti yang tidak diduga-duga oleh seorang ibu pejalan kaki, saat ibu berjalan di trotoar jalan, tiba-tiba muncul warga/pelajar yang berkejar-kejaran sambil saling lempar batu dan benda tajam. Saat warga/pelajar tawuran, tidak disangka-sangka oleh ibu pejalan kaki, sebuah benda tajam terlempar ke arah mata dan kepalanya. Cidera pada mata berakibat pada kerusakan fungsi organ mata yang seketika itu juga membuat ibu pejalan kaki menjadi seorang disabilitas netra. Yang pasti menyumbang bertambahnya jumlah penyandang disabilitas di seteiap wilayah adalah faktor usia. Setiap orang dipastikan akan memasuki usia lanjut, dan ketika orang berada di masa tua atau lanjut usia (lansia), ketika itu juga organ tubuh dan mekanis kerja tubuh menua yang pastinya bisa berakibat pada menurunnya hingga rusaknya fungsi organ/ mekanisme kerja tubuh. kerusakan fungsi tubuh merupakan salah satu orang dapat dikatakan mengalami disabilitas. Terlebih lagi bila tidak tersedia aksesibilitas dan akomodasi yang layak bagi lansia disabilitas, aktivitas dan partisipasi kesehariannya semakin terhambat dan terhalang.
Faktor yang menyebabkan serta usia terjadinya orang mengalami disabilitas, di saat itulah orang mendapatkan identitas baru dari seorang non disabilitas menjadi seorang disabilitas. Dengan dipahaminya disabilitas sebagai salah satu identitas diri, orang tidak perlu lagi bertanya-tanya, tetapi … “let us be proud of our self identity”.
Salam Masyarakat Indonesia Masyarakat Inklusi (MIMI)