DISABILITAS, APA DAN BAGAIMANA?

Disabilitas adalah kata yang diterjemahkan bebas dari kata bahasa inggris ‘disability’. Namun disayangkan hingga saat ini kebanyakan orang masih saja memahami keliru dengan menyamakan arti ‘disability’ dengan arti ‘unability’ yang  berarti ‘tidak mampu’. Dalam kamus bahasa inggris, ‘unability’ diartikan tidak mampu melakukan sesuatu karena kurang keterampilan/pengetahuan. Orang yang ‘unability’  dapat dipahami sebagai orang yang tidak mampu melakukan sesuatu karena kurang memiliki keterampilan/pengetahuan. Pengertian ini benar untuk orang yang ‘unable’ tetapi salah untuk orang yang ‘disable’.
 
Pada kenyataan kehidupan bermasyarakat, ketika mereka ditanya ‘apa itu disabilitas’, spontan di antara mereka masih saja menjawab, disabilitas adalah ‘terbatas’, ‘orang yang kurang’, ‘orang yang butuh dibantu’, ‘cacat’; ada juga yang memberikan jawaban disabilitas adalah ‘orang yang tidak mampu’, ‘bisu dan tuli’, ‘tunanetra’, ‘pakai kursi roda’; beberapa orang berpendapat disabilitas adalah ‘ada hambatan’, ‘kurang sempurna’, ‘tergantung’. Pemahaman masyarakat ini keliru bahkan salah, karena bersumber pada anggapan yang menyamakan pemahaman ‘disability’ dengan ‘unability’. Dengan pemahaman keliru ini, tidaklah salah bila masyarakat memperlakukan orang disabilitas dengan sikap dan tindakan dikotomi: dijaga atau dibuang; didekati atau dijauhi; diterima atau ditolak; dilindungi atau diabaikan; dikasihi atau dikasihani.
 
Pemahaman masyarakat yang keliru tentang disabilitas herannya sampai saat ini masih terpelihara bahkan menjadi warisan yang masih terus melekat serta tetap dipercaya dan diikuti dari generasi ke generasi. Pemahaman keliru tentang disabilitas tentunya berdampak negatif pada pola pandang masyarakat yang memunculkan sikap dan tindakan salah dengan menstigma dan mendiskriminasikan orang disabilitas dari kehidupan berkeluarga, bermasyarakat dan berbangsa serta dari peran dan tanggung jawabnya sebagai makhluk individual dan makhluk sosial.
 
Pemahaman keliru tentang disabilitas terbentuk karena masyarakat belum pernah dikoreksi kekeliruan pemahamannya sehingga mereka masih terus dan tetap menganggap pemahamannya benar. Upaya koreksi sudah ada, mungkin pendekatan dan strateginya masih kurang sesuai dan kurang tepat sasaran. Oleh karenanya, tidaklah salah jika hingga saat ini, saat masyarakat mendengar dan membaca kata ‘disabilitas’, spontan mereka memahami ‘orang yang serba kurang atau yang serba terbatas’. Lalu apa disabilitas?
 
 
 
Disabilitas bukan diartikan sebagai orang. Bila pikiran, perasaan dan tindakan masyarakat saat mendengar atau membaca kata disabilitas sama dengan orang yang terbatas/kurang/khusus/lain/cacat/tuna, maka pemahaman masyarakat selama ini salah besar. Disabilitas bukan bicara orang, tetapi disabilitas adalah suatu gambaran dan suatu kondisi yang terjadi sebagai akibat interaksi orang yang tidak/kurang dapat memfungsikan satu/dua organ/mekanisme kerja tubuhnya dengan hambatan-hambatan yang dimunculkan oleh lingkungan, dan kegagalan dalam berinteraksi ini berakibat pada terhalangnya partisipasi melaksanakan kewajiban dan hilangnya hak sebagai anggota keluarga dan masyarakat serta hak individu sebagai Warga Bangsa.
 
Ditekankan bahwa esensi dalam arti disabilitas pada hubungan interaksi.  Bila orang yang karena organ/mekanisme kerja tubuhnya tidak/kurang dapat berfungsi tetap bisa berinteraksi dengan lingkungannya tanpa hambatan, maka tidak lagi ada disabilitas pada orang tersebut. Sebaliknya bila orang tersebut tidak bisa berinteraksi dengan lingkungannya, maka disabilitas melekat pada diri orang tersebut. Keberhasilan dan kegagalan dalam berinteraksi menentukan apakah orang tersebut disabilitas atau tidak. Disabilitas pada diri seseorang dapat hilang bila lingkungan mau dan mampu melakukan penyesuaian dan perubahan yang dapat diakses secara akomodatif oleh orang disabilitas. ‘Yang dapat diakses secara akomodatif’ maksudnya orang disabilitas dapat berinteraksi tanpa hambatan dan tanpa halangan dengan lingkungannya untuk menjalankan kewajiban dan menapatkan haknya sebagai individu, anggota keluarga dan masyarakat serta Warga Bangsa.
 
Bacalah satu hingga dua kali penjelasan di atas, pahami dan ubahlah pemahaman salah selama ini tentang disabilitas menjadi pemahaman yang benar. Dengan pemahaman disabilitas yang benar, lalu bagaimana sebaiknya masyarakat bersikap dan memperlakukan orang disabilitas?
 
Pertama, dengan terbangun dan terbentuknya pemahaman disabilitas yang benar dapat memberikan dampak positif pada ppola pandang masyarakat  yang menempatkan dan memahami disabilitas dalam kerangka hak.
 
Kedua, dengan pola pandang positif, tentunya sikap dan perlakuan masyarakat pun menjadi positif kepada orang disabilitas sebagai individu yang bermartabat dengan mengedepankan hak asasi manusia.
 
Ketiga, dengan sikap dan perlakuan positif, berarti masyarakat mengakui dan melibatkan orang disabilitas dalam keragaman masyarakat atas dasar kesetaraan.
 
Keempat dengan azas kesetaraan, lingkungan sosial melakukan ragam cara berinteraksi serta lingkungan fisik menyediakan ragam kemudahan yang dapat diakses secara akomodatif oleh orang disabilitas, ketika lingkungan dapat diakses secara akomodatif, hak terpenuhi tanpa halangan dan kewajiban dilaksanakan tanpa hambatan.
 
Keempat langkah di atas tidak cukup hanya untuk diketahui, pemahaman pun kurang bisa menjamin, yang diperlukan adalah tindakan memutus rantai salah dan mengakhiri warisan negatif tentang disabilitas sehingga masyarakat tidak terus memperlakukan salah dan bersikap negatif kepada orang disabilitas. Tugas siapa? Tentunya tugas anda dan saya, pastinya tugas kamu dan aku, harusnya tugas kami juga tugas mereka, kita semua mempunyai peran dan tanggung jawab untuk perubahan  pemahanan  disabilitas yang lebih benar dan memperlakukan orang disabilitas yang lebih tepat. Untuk itu tidak perlu bertanya dan menunggu … “let us start now to make a change and put disability in the human rights framework”
 
 
Salam Masyarakat Indonesia Masyarakat Inklusi (MIMI)
 
 
Dr. Dra. V.L. Mimi M. Lusli, M.Si, M.A
Mimi Institute - Mainstreaming Disability for Better Life
 
 

Jenis Berita/Artikel: