Amanda, Model Tuna Rungu

 
Setelah mendapat penghargaan khusus saat menjadi finalis Cover Girl ’99 sebuah majalah remaja ibu kota, sosok Amanda langsung menarik perhatian. Berbagai produk iklan mempercayakan Amanda sebagai model, seperti sepatu New & New, Tas Export, Loreal, Kiranti, Kaus C 59 maupun kaus H&R dan produk Matahari. Demikian pula dalam klip video penyanyi Dike Ardilla, MF Band. Pance Pondaag dan Roy Lino. Terakhir dia bermain dalam film Meniti Cinta.
“Saya bisa berhasil karena mama,” dengan nada patah-patah Amanda berucap.
Berkat perjuangan tak kenal lelah, sang mama, Arlinda Bauty, kakak kandung artis sinetron Fenny Bauty memang berhasil membentuk pribadi dan mengantar Amanda menjadi model dan artis. Meski dengan segala kekurangsempurnaan indera ibu dan anak yang sama-sama cantik itu menerima Didi di ruang tamu rumahnya yang asri di Griya BNI Simprug, Jakarta Selatan. Dan Arlinda Bauty mantan None Jakarte 1980 itu pun berbagi cerita.
 
Lahir normal
Perkawinan saya dengan mas Faishal (kakak kandung dari suami Hetty Koes Endang, Yusuf Faishal), sungguh bahagia. Apalagi setelah kami dikarunia tiga anak, Amanda Farliany Faishal (Amanda), Maulana Alifan Faishal (Ifan), dan Rani Ramadhany Faishal (Rani).
Ketika hamil anak pertama, apapun yang saya inginkan selalu dituruti suami. Beruntung ngidam saya gak aneh-aneh dan gampang dicari. Misalnya, martabak manis. Mas Faishal juga rajin membelikan majalah, buku dan apa saja yang bisa menambah pengetahuanku tentang kehamilan dan persiapan menyambut kelahiran bayi.
Akhirnya waktu yang ditunggupun tiba. Karena letak rumah orang tua di Sunter, mereka menyarankan saya melahirkan di Rumah Sakit Angkatan Laut yang tak jauh dari rumah. Tanpa melewati proses sulit, persalinan saya termasuk cepat. Beberapa jam setelah masuk ke kamar persalinan langsung melahirkan dengan alamiah 14 Agustus 1983.
Plong hati ini ketika dokter mengatakan anak kami lahir dengan sempurna dengan berat 2.9 kg serta tinggi 50 cm. soal kelamin anak bukan masalah, karena saya dan suami dan mempersoalkan anak pertama perempuan atau laki-laki.
Oleh keluarga, anak pertama kami itu diberi nama Amanda. Singkatan dari anak Mamad dan Linda. Sedangkan Farliany juga singkatan dari nama orang tua kami. Betapa sayang keluarga kami, terutama keluarga saya yang baru mendapatkan cucu pertama.
Saya melihat sejak Amanda lahir perkembangan motoriknya normal. Namun di saat usia 6 bulan, persisnya ketika saya bermain dengan Amanda, tiba-tiba saya merasa ada yang mencutigakan. Mata Amanda tidak pernah melirik ke arah bunyi mainan. Pada suami saya menceritakan kekhawatiran itu.
Kami pun membawa Amanda ke dokter Hendarto Hendarmin. Setelah diperiksa, dokter bilang Amanda mengalami kelainan di pendengarannya. Terpukul hati saya mendengar penjelasan dokter itu. Bahkan, saya sempat protes, dan menganggap mungkin diagnosanya keliru.
Kami bawa ke dokter lain. Ternyata tiga dokter memberi diagnosa berbeda. Kesimpulan dari para dokter itu, di usia Amanda belum dapat dipastikan adanya cacat pendengaran. Dan saya baru bisa yakin Amanda memiliki kekurangsempurnaan pada pendengaran ketika kami berlibur ke Singapura. Ahli THT di Rumah Sakit Mount Elizabeth di sana yakin kalau anak saya tuli (tuna rungu).
Rasanya hanya mukjizat yang dapat menyembuhkan cacat Amanda. Gendang telinga kanan hampir rusak total (110 decibel) sedangkan gendang telinga kirinya (90 decibel) masih dimungkinkan dapat mendengar walau dengan alat bantu pendengaran.
 
Virus Rubella
Saya mencoba mencari penyembabnya. Saya ingat waktu hamil dua bulan pernah periksa ke dokter gigi. Tapi dokter yang memeriksa pernah bilang nggak ada masalah.
Saya juga berfikir jangan-jangan saya terkena virus rubella, campak jerman yang seperti biang keringat. Namun tidak juga. Sebab sejak hamil dan melahirkan saya tak pernah mengalaminya.
Saya sempat stress dan minder menghadapi kenyataan ini. Beruntung orang tua terus menghibur dan menasehati agar saya bisa menerima takdir ini. Sehingga seiring berjalan waktu, saya berupaya bangkit dari stress berkepanjangan. Hampir setahun saya baru benar-benar bisa bangkit menghadapi kenyataan ini.
Derita yang dihadapi Amanda membuka hati dan pikiran saya. Jika selama ini saya tergolong orang yang menginginkan segala sesuatu serba perfect, dengan hadirnya Amanda saya seolah belajar jalan hidup ini di dunia.
Namanya juga ikhtiar, kami terus berusaha mengobati Amanda termasuk dengan pengobatan alternatif. Terus terang, pada awalnya saya sempat minder dalam pergaulan. Tapi, kalau terus melamun dan terus sedih, bagaimana masa depan Amanda nanti. Saya harus bangkit untuk menumbuhkan rasa percaya di si Cantik saya ini. Tentunya dengan membangkitkan rasa percaya sendiri dulu.
Karenanya, saya tidak mudah terpancing jika ada teman saya yang komentar tentang Amanda. Seperti ada yang bilang, kok Amanda belum bisa ngomong ya padahal usianya sudah tiga tahun. Saya masih berusaha nutupi.
Tapi saya tidak selamanya bisa menyembunyikan kekurangan Amanda. Saya harus tunukkan kebesaran jiwa saya dan pasrah menerima kenyataan ini. Sehingga tidak persoalan buat saya memasukkan Amanda di usia empat tahun sekolah di SLB Santi Rama yang di Kramat 7.
Hancur perasaan saya ketika mengantarkan Amanda mulai bersekolah di SLB. Dalam impian saya, Amanda dapat bersekolah di TK. Seperti anak-anak lain di komplek perumahan BNI tempat kami tinggal. Setiap kali melewati sekolah yang terletak di dalam kompleks, air mata saya bercucuran.
Atau, kalau Amanda bermain dengan teman seusianya di lingkungan kompleks, saya harus menelan keprihatinan dilihat para isteri karyawan. Kalau anak-anak mereka dipanggil langsung menoleh, sementara saya tidak bisa melakukannya pada Amanda. Terpaksa saya harus berlari mendekati Amanda.
 
Hilang di Plaza
Akibat ketidakbisaannya bicara, membuat Amanda menjadi hiperaktif. Tidak bisa diam. Mungkin hal ini sebagai lampiasan pelariannya.
Agar Amanda lebih memperkaya penglihatannya, saya pun membawa Amanda jalan-jalan. Namun pernah saya membawanya ke Ratu Plaza, akibatnya saya kelimpungan sendiri. Saat saya sedang melihat baju, tahu-tahu Amanda tidak ada di dekat saya.
Hampir satu jam sambil menangis saya mencari-carinya. Karena tidak mungkin teriakan saya maupun satpam yang membantu mencarinya dapat didengar Amanda.
Seiring dengan pertumbuhannya, Amanda bisa tahu maksud dari orang bicara dengan menangkap dari gerakan bibir seorang. Selebihnya pakai insting. Di jelaskan Amanda memakai alat bantu pendengaran sejak usia empat tahun.
Meski tanpa alat bantu dengar, Amanda merasa dapat menangkap maksud lawan bicaranya dengan melihat gerak bibir lawan bicaranya. Ilmu itu diperoleh selama belajar di SLB. Sehingga tidak membuatnya susah menghadapi perkataan lawan bicaranya.
“Asal bicaranya tidak cepat-cepat, saya tahu maksud yang dibicarakannya. Selain itu pengucapan lawan bicara harus jelas terdengar dari gerak bibirnya. Misalnya bilang makan, maka mulut agak terbuka dan lidah menempel di langit rongga mulut atas,” ucap Amanda yang merasa ‘bebas’ tanpa alat bantu dengar setelah usia 12 tahun.
Sumber: Wanita Indonesia edisi 625 tanggal 15-21  Oktober  2001

Jenis Berita/Artikel: